Jakarta, ditrinews.com – Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) telah menggelar sidang isbat untuk menentukan awal Zulhijah.
Sidang isbat ini berlangsung di Auditorium HM. Rasjidi, Kantor Kemenag RI, Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat, pada Rabu, 29 Juni 2022 malam WIB.
Pelaksanaan sidang isbat itu diawali dengan sesi pemaparan posisi hilal, kemudian sidang isbat berlangsung secara tertutup, dan diakhiri dengan pemaparan hasil sidang isbat yang diumumkan melalui beberapa media.
“Sidang isbat telah mengambil kesepakatan bahwa 01 Zulhijjah tahun 1443 Hijriah ditetapkan jatuh pada Jumat tanggal 01 Juli 2022,” kata Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa’adi, usai memimpin sidang isbat.
Lanjutnya, dengan demikian Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah jatuh pada Minggu tanggal 10 Juli 2022.
Wamenag menerangkan, keputusan tersebut didasarkan hasil pemantaun hilal pada 86 titik seluruh wilayah Indonesia, kemudian dilanjutkan dengan rapat sidang isbat. Hasil pemantaun hilal ini menjadi pertimbangan penting dalam sidang isbat.
“Dari 34 provinsi yang telah kita tempatkan pemantau hilal, tidak ada satu pun dari mereka yang menyaksikan hilal,” terangnya.
Sementara, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, melalui Maklumatnya yang ditandatangani oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, dan Sekretaris, Agung Danarto, memutuskan Idul Adha 2022 jatuh pada hari Sabtu, 09 Juli 2022.
Jadi, Idul Adha 2022 tanggal berapa? Idul Adha 2022 jatuh pada tanggal 10 Juli 2022 oleh pemerintah. Sedangkan, Idul Adha 2022 2022 menurut Muhammadiyah jatuh tanggal 09 Juli 2022.
Atas perbedaan ini, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Pendidikan dan Kaderisasi, KH. Abdullah Jaidi, mengimbau agar masyarakat dapat saling menghormati adanya perbedaan tersebut.
“Tentunya hal seperti ini adalah sesuatu yang biasa terjadi. Tapi janganlah perbedaan itu sampai jadikan kita perpecahan, tidak saling menghormati,” ujar Jaidi saat konferensi pers, Rabu, 29 Juni 2022.
Menurutnya, adanya perbedaan tersebut karena ada yang berdasarkan melihat hilal, dan ada yang berdasarkan rukyatulhilal, yang kedua-duanya menggunakan hisab hanya tergantung pada ketinggian dari hisab itu masing-masing. (*)