Jakarta, ditrinews.com – Isu pergantian Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto terus merebak. Sejumlah nama juga terdengar untuk menggantikannya yang akan pensiun pada 30 November 2021.
Nama itu mulai dari Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono, hingga Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo.
Siapa kira-kira dari ketiga nama kepala staf TNI tersebut yang akan menggantikan Panglima TNI Marsekal Hadi? Berbagai analisis diajukan, walaupun pada akhirnya adalah hak Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhamad Haripin mengatakan, kepentingan stabilitas politik akan menjadi pertimbangan utama, selain dinamika keamanan.
Hal ini, menurutnya karena kondisi politik saat ini yang merupakan koalisi gemuk. Dalam kondisi ini siapa pun yang menjadi presiden perlu merangkul TNI.
TNI tidak saja memberikan daya ungkit secara politik dalam berbagai kebijakan yang dibuat presiden, tetapi juga membantu birokrasi yang masih bermasalah di sana-sini untuk mengatasi berbagai krisis yang ada.
Sedangkan menurut Peneliti Lab 45, Andi Widjajanto mengatakan, jika dilihat dari pendekatan rotasi antarmatra, KSAL memiliki peluang paling besar.
Apalagi, sejak Poros Maritim Dunia diluncurkan pada 2014, Panglima TNI belum pernah dipegang perwira TNI AL.
Sementara dari doktrin operasi gabungan, Andi memperkirakan KSAU atau KSAL punya kans paling besar. Apalagi, ada angkatan 1988 yang ganda sehingga hal ini penting untuk mengurai organisasi.
Namun, kalau melihat stabilitas politik yang dibutuhkan tahun 2024, diperlukan Panglima TNI dari matra darat sebelum Mei 2023.
Dari sisi ini, KSAD yang paling ideal untuk jadi Panglima TNI saat ini agar setelah ia pensiun November 2022, KSAD penggantinya bisa menjadi Panglima TNI sebelum tahapan Pemilu 2024.
Senada dengan Haripin, Andi juga melihat soal stabilitas politik akan diutamakan.
Akan tetapi, siapa pun yang akan menjadi panglima TNI nantinya akan menanggung beban yang berat. Secara ekonomi, pandemi Covid-19 menimbulkan efek sistemis yang tentu berefek pada keamanan dan stabilitas.
Masalah keamanan, ada masalah insurgensi di Papua yang tidak kunjung usai dan tantangan dari negara-negara besar di Laut China Selatan.
Di sisi lain, kondisi alat utama sistem persenjataan TNI juga masih jauh dari kuat. Satu lagi, organisasi TNI juga perlu dibangun untuk lebih profesional dengan sistem karier yang jelas.
Merujuk bahwa stabilitas politik masih menjadi hal utama, membangun TNI yang profesional sebagai alat pertahanan sulit dalam konsolidasi demokrasi yang tidak kunjung usai, bahkan mengalami beberapa langkah mundur.(*)