Jakarta, ditrinews.com – Bila membuka laman mesin pencari Google.com hari ini, Selasa, 11 Mei 2021, anda akan menemukan ilustrasi Google doodle yang menampilkan pria berblangkon yang mengenakan pakaian adat Jawa Tengah.
Ia tampak sedang membentangkan kain batik dari sumber gulungannnya yang terletak di sebelah kiri. Jika dilihat secara seksama, kain tersebut dihiasi dengan motif yang menampilkan tulisan “Google”.
Pria tersebut adalah K.R.T. Hardjonagoro alias Go Tik Swan, sosok budayawan Tionghoa yang dikenal tekun dan memiliki beragam minat.
Google doodle ini ditampilkan untuk memperingati hari ulang tahun K.R.T. Hardjonagoro ke-90, yang jatuh pada hari ini, 11 Mei 2021.
K.R.T. Hardjonagoro lahir di Solo, Jawa Tengah, pada 11 Mei 1931 dan wafat pada 5 November 2006 silam. Di masa mudanya, K.R.T. Hardjonagoro dikenal sebagai penari Jawa alusan.
Bahkan, ketika ia masih menjadi mahasiswa di Jurusan Sastra Jawa Universitas Indonesia pada 1955 silam, K.R.T. Hardjonagoro sempat didapuk untuk menari di Istana Negara.
K.R.T. Hardjonagoro atau Go Tik Swan juga dikenal sebagai sosok yang antusias akan tosan aji (keris). Karena hal tersebut, ia sempat mendirikan perkumpulan Bawarasa Tosanaji di Solo pada tahun 1959.
Selain keris, K.R.T. Hardjonagoro juga amat mencintai batik yang digambarkan oleh Google doodle tadi. Kesukaannya terhadap batik tak lepas dari campur tangan ayahnya, Go Dhian Ik, yang menekuni bisnis di industri batik.
K.R.T. Hardjonagoro sendiri dikenal di industri batik karena kedekatannya dengan presiden Republik Indonesia (RI) pertama, yaitu Soekarno.
Awalnya, Bung Karno yang baru mengetahui bahwa Go Tik Swan, sosok yang biasa menari di Istana Negara, ternyata berasal dari keluarga pembatik.
K.R.T. Hardjonagoro lantas diminta untuk menciptakan ”batik Indonesia”, batik dengan pola dan warna unik dan beragam, sekitar tahun 1957.
Sejak itu, banyak perancang batik di Tanah Air menjadikan K.R.T. Hardjonagoro alias Go Tik Swan sebagai pelopor batik.
Semasa hidupnya, K.R.T. Hardjonagoro sempat menjabat sebagai Ketua Presidium Yayasan Radya Pustaka yang mengelola Museum Radya Pustaka di Solo.
Ia juga sempat menjabat sebagai anggota Dewan Empu di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo.
Di samping menjabat berbagai posisi, ia juga pernah mendapatkan berbagai penghargaaan. Dua di antaranya adalah Satya Lencana Kebudayaan dari Pemerintah RI (2001) dan Bintang Srikabadya dari Keraton Surakarta.
Pada 11 Agustus 2005, K.R.T. Hardjonagoro menandatangani wasiat berisi penyerahan sejumlah koleksinya berupa benda purbakala kepada Pemerintah RI apabila dia meninggal dunia.
Koleksinya yang amat berharga antara lain terdiri atas keris dan berbagai arca perunggu maupun batu amat langka.
Penandatanganan wasiat ketika itu disaksikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Edi Sedyawati.(*)