Jakarta, ditrinews.com – Mantan Calon Legislatif (Caleg) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Harun Masiku telah menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Â sejak 16 bulan lalu.
Ia ditetapkan menjadi tersangka tindak pidana korupsi karena telah menyuap mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Harun Masiku diduga telah menyiapkan uang sebesar Rp 850 juta sebagai pelicin agar dia bisa melenggang ke Senayan untuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR, namun meninggal dunia.
Kepala Satgas Penyelidik KPK Harun Al Rasyid yang dinyatakan tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) menyampaikan, bahwa Harun Masiku disebut berada di Indonesia.
Namun saat ini belum ditangkap karena penyelidik yang menangani kasus tersebut telah dinonaktifkan dari tugasnya.
“Ada. Sinyal itu ada,” kata Harun soal kemungkinan keberadaan Masiku di RI, dalam sebuah video yang merekam percakapan antara Najwa Shihab dengan sejumlah pegawai KPK yang tak lolos TWK di balik layar program Mata Najwa, Jumat, 28 Mei 2021.
Menurutnya, dua bulan lalu Harun Masiku berada di luar negeri. Saat itu, ia bersama pegawai KPK lainnya hendak memburunya. Namun, upaya itu terhambat.
Saat ini, Harun Masiku disebut telah masuk ke Indonesia.
Najwa pun bertanya soal pengetahuan pimpinan KPK mengenai keberadaan Harun Masiku di Indonesia. Harun tidak mengonfirmasi hal ini. Dia mengatakan dirinya tidak bisa melaporkan keberadaan Harun Masiku lantaran telah diminta agar menyerahkan tanggung jawabnya.
“Jadi saya enggak bisa ngelaporin,” kata Harun.
Hal ini terkait terbitnya Surat Keputusan Nomor 652 Tahun 2021Â soal pembebastugasan 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam TWK.
Meskipun Harun Masiku telah berada di Indonesia, Harun dan pegawai KPK lainnya yang menangani kasus ini tidak bisa menindak.
“Jadi, kalo SK (pembebastugasan)-nya dicabut bisa langsung ditangkap, ya?” tanya Najwa kemudian.
“Ya, ditangkap,” jawab Harun.
Sebelumnya, sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lolos TWK untuk alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Sementara itu 51 dari 75 pegawai tersebut dinyatakan tidak bisa lagi dibina dan akhirnya diberhentikan sebagai pegawai KPK.
Beberapa orang yang tidak lolos TWK diketahui sedang menangani kasus-kasus korupsi yang menjadi sorotan publik, seperti korupsi bansos dan suap ekspor benur.(*)