Jakarta, ditrinews.com – Cloudflare adalah perusahaan teknologi asal Amerika Serikat ini berfokus di bidang infrastruktur internet, khususnya keamanan, performa dan konektivitas cloud. Perusahaan itu didirikan oleh Matthew Prince, Lee Holloway, dan Michelle Zatlyn pada 2009.
Layanan Cloudflare telah digunakan oleh banyak bisnis dunia untuk membantu mengelola dan mengamankan lalu lintas atau traffic sebagian besar situs web. Beberapa layanan utama Cloudflare antara lain jaringan pengiriman konten atau Content Delivery Network (CDN).
Fitur ini bertugas menyimpan salinan data situs web di jaringan server global. Saat ada pengguna dari suatu lokasi mengakses konten misalnya gambar, file statis, HTML, Cloudflare melayani itu dari edge server yang dekat dengan pengguna, bukan dari server asal, sehingga mempercepat loading halaman.
Selain mempercepat performa situs, Cloudflare juga berfungsi sebagai lapisan keamanan tambahan. Salah satu ancaman yang kerap dihadapi situs besar adalah serangan Distributed Denial of Service (DDoS), yakni serangan yang mengirimkan lalu lintas dalam jumlah besar secara bersamaan untuk membuat server kewalahan dan akhirnya tidak dapat diakses.
Cloudflare mengantisipasi ini dengan menyaring dan menahan serangan tersebut di infrastruktur mereka, sehingga tidak membebani server utama milik pelanggan. Fungsi ini didukung oleh konsep reverse proxy yang membuat Cloudflare berada di antara pengunjung dan server asal.
Perusahaan infrastruktur web Cloudflare dilaporkan mengalami tumbang atau gangguan pada Selasa (18/11/2025) malam. Gangguan Cloudflare berimbas pada sejumlah website dan media sosial, termasuk X Twitter, ChatGPT, hingga laman resmi BMKG.
Gangguan muncul ketika pengguna di berbagai negara mendapati notifikasi “internal server error” saat mencoba membuka situs yang bergantung pada layanan Cloudflare. Sebagai perusahaan yang menyediakan layanan keamanan, performa, dan distribusi konten, Cloudflare menjadi fondasi bagi jutaan situs di seluruh dunia.
Dirjen Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi, Alexander Sabar, mengatakan bahwa ribuan situs judi online (judol) ternyata menggunakan cloudflare. Ini berasal dari deteksi Kementerian Komunikasi dan Digital terkait situs judi online yang telah diblokir sebelumnya.
“Hasil deteksi kita dari seluruh situs judi online yang kita take down kemarin, yang kita blokir kemarin, kita tracking back, ITnya tau dimana? Cloudflare. Samplingnya yang kita ambil yang sudah kita blokir itu ada sekitar 10 ribu, 76%nya itu cloudflare. Berada di belakang Cloudflare,” ujar Alex, Rabu (19/11/2025).
Dengan ribuan situs judol itu merasa aman dan terproteksi di belakang Cloudflare. Alex mengungkapkan seharusnya Cloudflare bisa melakukan penyortiran bagi konten ilegal. Sama seperti platform lainnya, Cloudflare harusnya bisa memoderasi konten dan harusnya bisa melakukan filtering. “Nah Cloudflarenya enggak mau kerja sama. Harusnya dia menyortir dong,” ungkapnya.
Alex juga menambahkan, Cloudflare yang berbasis San Fransisco Amerika Serikat (AS) tak punya perwakilan di Indonesia. Cloudflare jadi salah satu dari 25 platform yang disebut belum melakukan pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik.
Komdigi juga telah memberikan pemberitahuan pada seluruh platform untuk melakukan hal tersebut. Seluruh platform akan diberikan tiga kali teguran. Berikutnya baru akan disuspend hingga pihak aplikasi menuruti aturan di Indonesia. (*)



